Kamis, 30 September 2010

Urgensi Pendidikan Karakter

Urgensi Pendidikan Karakter
Prof . Suyanto Ph.D


Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Selengkapnya


 sumber.kemendiknas

ILMU TEKNOLOGI PENDIDIKAN KBM

ILMU TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Sebelum kita dapat membahas isu-isu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) kita perlu membahas secara lebih dalam isu-isu dan prioritas untuk pendidikan yang bermutu dan tujuannya KBM dalam proses mengarah ke pendidikan yang bermutu.

Apakah tujuan KBM adalah untuk menyampaikan informasi tertentu (pengetahuan) atau mengajar salah satu "skill" (keterampilan) kepada pelajarnya? Atau ada tujuan yang lebih luas?

Kami masih ingat pada waktu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) baru muncul di Indonesia secara formal. Di lapangan banyak guru sedang bingung. Bingung karena ada beberapa hal termasuk banyak kompetensi yang disebut dalam kurikulum yang bukan kompetensi, atau sangat sulit diukur. Salah satu masalah besar adalah guru-guru bingung karena mereka tidak dapat percaya bahwa mereka akan punya cukup waktu untuk mengajar les masing-masing untuk menyampaikan dan "assess" (menilaikan) begitu banyak kompetensi.

Padahal ini bukan masalah karena kita tidak perlu mengajar kompetensi-kompetensi itu masing-masing. Di dalam satu kelas kita dapat mengajar beberapa kompetensi sekalian dan juga assess beberapa kompetensi sekalian.

Sebenarnya di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak.

Apa itu Pendidikan Yang Bermutu?

Sebetulnya ada banyak definisi untuk pendidikan yang bermutu tetapi kami merasa bahwa definisi ini dari UNICEF (di bawah) adalah cukup lengkap:


  • Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya.


  • Environmen yang sehat, aman, melindungi dan "gender-sensitive", dan menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup.


  • Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar "basic skills", khusus "literacy, numeracy and skills for life", dan pengetahuan mengenai isu-isu seperti "gender, health (kesehatan), nutrisi, HIV/AIDS prevention and peace (kedamaian)".


  • Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran "child centered" di kelas dan sekolah yang di-manage dengan baik dan di mana ada penilaian yang baik untuk melaksanakan pembelajaran dan menurunkan isu-isu perbedaan.


  • Outcomes yang termasuk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap, dan berhubungan dengan tujuan-tujuan (goals) nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif.
Bagaimana kita dapat melaksanakan Pendidikan yang Bermutu di Indonesia?
Yang pertama kita harus sadar bahwa kesehatan adalah isu pendidikan. Itu sebabnya Pendidikan Network mempunyai bagian berita khusus "Pendidikan & Kemiskinan" karena isu-isu kemiskinan dan kesehatan adalah dua faktor yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan (untuk semua) di negara kita.

"Environmen yang sehat" Puluhan ribu sekolah di negara kita adalah rusak atau ambruk. Kalau kita menuju pendidikan yang bermutu "untuk semua" ini harus sebagai prioritas utama terhadap keadilan di bidang pendidikan. Walapun sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas adalah isu yang sangat penting semua siswa-siswi di Indonesia berhak untuk mengakses sekolah yang aman dan nyaman.

"Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar basic skills". Kurikulum adalah isu yang terus perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi untuk menghadapi masa depan dengan keberanian dan kreativitas, kalau negara kita berharap kemajuan.

Biasanya ada tiga kurikulum sebetulnya; kurikulum nasional, kurikulum daerah (mungkin konten lokal termasuk bahasa), dan kurikulum sekolah (mencerminkan keinginan dan kebutuhan lingkungan sekolah termasuk masyarakat dan industri). Kurikulum sekolah adalah isu yang sangat penting dan dapat di bentukkan dalam kegiatan ekstra-kurikular untuk menambah pembelajaran agama, sosial, kemandirian, keterampilan yang berhubungan dengan industri lokal (kejuruan), dll. Kurikulum sekolah dapat sangat membantu dengan isu-isu mutu SDM.

"Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran child centered"
Apa maksudnya "child centered"? Child centered adalah sistem pembelajaran di mana fokus pembelajaran adalah dengan pelajar bukan guru. Guru sebagai fasilitator atau manajer proses pembelajaran. Misalnya di TK guru-guru sering mengajar anak-anak lewat kegiatan mainan. Di dalam kegiatan-kegiatan ini adalah pembelajaran misalnya pembelajaran isu sosial, hitung, bergambar, cerita dalam kata-kata sendiri, keterampilan kreativitas, dll.

Di tingkat SD sampai SMP sudah ada banyak contoh dan bukti penghasilan dari proses "Child Centered Learning" yang disebut Pengajaran Aktif, Kreatif, Efektif yang Menyenangkan (PAKEM) atau Pembelajaran Kontekstual di situs Basic Education (MBE).

Di tingkat SMU kita masih dapat menyaksikan banyak kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah menengah yang belum Student Centered. Mungkin karena masih banyak guru belum kenal dengan proses, atau seperti kami sudah mendengar di lapangan bahwa guru-guru masih ragu-ragu bahwa mereka dapat selesai menyampaikan kurikulum dalam waktunya kalau menggunakan proses PAKEM. Padahal lewat proses PAKEM siswa-siswi dapat belajar sangat cepat maupun enjoy (nikmat) pembelajaran sambil menambah pembelajaran "life skills" misalnya manajemen, kemandirian, penelitian, dll, sambil belajar topik utama#.

#Ingat di atas bahwa kami sebut "di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak"

Ini adalah salah satu isu yang sangat membedakan sekolah nasional dengan sekolah internasional. Beberapa sekolah nasional sudah melaksanakan proses pembelajaran kontekstual misalnya Madania di Parung, Bogor, Jawa Barat.

Di Perguruan Tinggi kita dapat menyaksikan kegiatan belajar mengajar di kebanyakan kelas yang paling pasif. Proses pembelajarannya biasanya sangat 'dosen centered' dengan mahasiswa/i dalam keadaan DM (duduk manis) dan jarang terkait dalam proses pembelajaran.

Apakah harus begini? Pasti Tidak!

Dosen-dosen, sama dengan guru-guru di sekolah, wajib untuk mengaktifkan mahasiswa/i dalam proses pembelajaran. Kita perlu menggunakan strategi-strategi, walapun kelasnya adalah besar, di mana mahasiswa/i adalah seaktif mungkin dalam proses pembelajaran.

Apakah anda yang dosen yang membaca ini pernah ikut program seminar yang ceramah atau pidato sepanjang hari? Apakah anda ingin tidur atau pulang? Sekarang kebanyakan presenter menggunakan laptop dan data projector. Apakah ada bedanya? Setelah dua atau tiga presentasi apa anda ingin tidur atau pulang juga? Sama saja kan?

Yang akan paling meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah kalau kita di semua tingkat pendidikan menghidupkan/mengaktifkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), bukan isu seperti teknologi.

Teknologi Pendidikan adalah alat bantu untuk di mana ada kesempatan untuk meningkatkan mutu KBM, tetapi teknologinya harus cocok dan tidak perlu terlalu canggih. Kalau kita sering menggunakan teknologi yang sama, bila paling canggih, pelajar kita juga akan cepat mulai bosen. Sering teknologi yang paling membantu tujuan KBM kita adalah yang paling sederhana.


Pendidikan Sks di sSekolah




Sekolah Tak Siap Terapkan SKS

 2010 11:37:00
Send to a 
friend Print Version

SISTEM PEMBELAJARAN
Sekolah Tak Siap Terapkan SKS

Kamis, 26 Agustus 2010 | 11:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menggulirkan sistem satuan kredit semester (SKS) pada tingkat SMP dan SMA dinilai sebagian pengamat pendidikan sebagai rencana yang lurang matang. Secara manajerial penerapan kebijakan ini di sekolah tidak siap.

'SKS itu kelihatannya indah, tetapi sebetulnya manajemen sekolahnya sendiri tidak siap.'
-- E. Baskoro Poedjinoegroho

SKS itu kelihatannya indah, tetapi sebetulnya manajemen sekolahnya sendiri tidak siap, ujar E. Baskoro Poedjinoegroho, Pembina Kolese Kanisius, ditemui usai diskusi Memerangi Keterbelakangan Pendidikan Indonesia, Rabu (25/8/2010), di Jakarta.

Baskoro mempertanyakan, setelah para siswa lulus dengan cepat, orientasi siswa selanjutnya belum jelas. Yang namanya sekolah, kata dia, tidak semata hanya mengejar kepandaian dan kecerdasan, tetapi harus ada pembelajaran nila-nilai kepribadian dan soft skill yang tidak bisa dipercepat.

SKS itu tidak cocok diterapkan di SMP dan SMA, ujar Baskoro.

Sebelumnya, diberitakan di Kompas.com (25/8/2010), BSNP sudah mengeluarkan panduan penyelenggaraan sistem SKS untuk tingkat SMP dan SMA/sederajat. Untuk SMP/SMA kategori standar, sistem SKS merupakan pilihan, sedangkan SMA/MTs mandiri dan standar internasional wajib menjalankan sistem SKS.

Sumber: Kompas.Com
http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/26/11371840/
Sekolah.Tak.Siap.Terapkan.SKS.#

Rabu, 29 September 2010

Inovasi Pendidikan

                                                  disi Perdana Inovasi Pendidikan
Inovasi Pendidikan adalah sebuah newsletter yang diterbitkan oleh DBE3 Jakarta. Di newsletter ini anda bisa mendapatkan informasi mengenai semua kegiatan DBE dalam bidang pendidikan SMP dan MTs di Aceh, Sumatra Utara, Jawa Barat-Banten, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Kenaikan Gaji Guru Masih Mmpi



"Kenaikan Gaji Guru Masih Mimpi"
(Menteri Pendidikan Nasional)
KOMPAS.com — Kenaikan gaji guru tampaknya belum akan direalisasikan dalam waktu dekat. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyatakan, Kementerian Pendidikan Nasional belum akan memberikan kenaikan gaji guru karena kinerja guru juga belum signifikan.

Kerja belum bagus sudah minta kenaikan gaji, kenapa harus minta disamakan dengan Kementerian Keuangan. Toh kesejahteraannya sudah sama perawat dan bidan. Pelayanan guru sama dengan mereka, tuturnya di kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat di Jakarta, Senin (28/6/2010).
"Kerja belum bagus sudah minta kenaikan gaji"

Apakah Benar? Apakah kebijakan juga suka membingungkan?
(http://teknologipendidikan.com/kebijakan-ict.html)

Apakah Pembelajaran Berbasis-ICT Juga Hanya Mimpi?
(Atau mimpi buruk? - Mengancam Mutu Pendidikan)

PegawaiNegeri.Com


Pegawai Negeri atau Pegawai Ngeri ?

"Korupsi Virus yang Harus Ditemukan Obatnya" - Virus?
Bukan Lingkungan Maling yang Perlu diHukum?


Musuh Kita di Dalam Negeri
Di dalam Era Reformasi ini kita tidak boleh lupa bahwa ada jutaan pegawai negeri yang jujur (atau ingin jujur) dan peduli mengenai tugasnya dan rakyat. Mereka sedang "ngeri" sekarang karena mereka melihat bahwa biaya hidup semakin naik walapun kesejahteraannya tetap kurang.

Kata Pejabat sendiri:
Ada dua macam koruptor, "corruption by need, and corruption by greed"
(Korupsi karena perlu, dan korupsi karena rakus).
Memang, yang macam kedua (greed), seharusnya dihukum seberat mungkin dan kekayaanya dikembalikan ke negaranya, karena mereka bertanggung jawab untuk keadaan negara kita sekarang dan moral bangsa. Mereka juga sekalian merusak dan memalukan nama dan image instansi pegawai negeri di mata rakyat. Mereka juga mulai "ngeri" sekarang karena takut harus membayar utang dosa-dosanya.

Yang Penting sekarang selain koruptor rakus dihukum, kita juga harus menjaga bahwa mereka yang jujur dan yang "melakukan korupsi karena need", tetapi ingin jujur, didukung supaya dapat memperbaiki perannya sebagai pelayan masyarakat, dengan kesejahteraan yang cukup sehingga "need" tidak dapat digunakan sebagai alasan lagi.
Sumedang, Kompas - 12 Agustus 2000 - Sebagai sejarah!
Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menyatakan, tatanan organisasi kepegawaian harus dibebaskan dari kepentingan politik sempit. Selain itu, pegawai negeri dituntut bersikap netral dan adil di hadapan berbagai kepentingan politik yang berbeda-beda dalam masyarakat yang dilayani.

Menurut Wapres, sekalipun dalam kedudukan sebagai pamong praja melekat status kepegawaian negeri, tetapi tidaklah serta merta pamong praja harus diartikan sekadar sebagai aparat pemerintah. "Pegawai negeri bukanlah pegawai pemerintah, melainkan pegawai negara. Pasal 3 Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian bahkan dengan tegas menyatakan bahwa pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat," katanya.

Status dan kedudukan tersebut perlu diingat, kata Megawati, karena penyempitan pengertian pegawai negeri sebagai aparat atau abdi pemerintah seperti di masa lalu pada akhirnya hanya mereduksi fungsi dan peran pegawai negeri serta melarutkannya dalam kancah kepentingan politik yang sempit. "Sementara itu, sebagai aparat dan abdi negara, pegawai negeri, termasuk pamong praja, pada dasarnya dituntut mengabdi kepada masyarakat dan kepada negara," tutur Wapres.

Sebagai abdi dan pelayan masyarakat yang sangat majemuk, kata Wapres, pegawai negeri (termasuk pamong praja) dituntut berlaku menjadi pamong yang mengayomi seluruh masyarakat. (osd/pin)

Ref: Kompas

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah

Website ini merupakan bagian dari Pendidikan Network Indonesia dan tujuan utama kami adalah pengembangan pendidikan di Indonesia. Tetapi, kami sudah menerima beberapa surat yang mengucapkan terima kasih dari konsultan-konsultan pendidikan yang sedang bekerja di negara lain yang sedang berkembang. Kami ingin mengumpulkan sebanyak mungkin informasi praktis dari mereka yang berpengalaman di lapangan - supaya dapat digunakan oleh semua negara yang sedang berkembang (developing country). Di bidang pendidikan, negara mana yang tidak dapat disebut developing country?

Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal. Sekolah-sekolah ini, sebagian yang didaftar (sebelah kiri), disebut sebagai pelopor, dan perkembangannya sebenarnya cukup hebat. Kepala sekolah juga termasuk berani kalau kita melihat keadaan lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan saat itu.

Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia kami mulai dapat melihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Proses MBS tidak dapat disebut baru di Indonesia, tetapi pelaksanaan sekarang dibuktikan dapat mengubah kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya menjadi efektif dan "sustainable".

Apa yang membuat implementasi sekarang menjadi efektif?
Dasarnya adalah - Manajemen implementasi yang bagus. Seperti semua inisiatif yang lain, manajemen yang bagus adalah kunci untuk implementasi yang afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan kebudayaan organisasi, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan sebelumnya, seperti kita sudah melihat dulu setelah kepala sekolah yang mendorong prosesnya dipindahkan ke sekolah yang lain.

Untuk implementasi yang bagus semua stakeholder harus sangat mengerti peran mereka masing-masing. Sesuai dengan etos MBS peran mereka tidak dapat dipastikan dari awal secara hitam di atas putih, mereka perlu, secara proses terbuka, mendiskusikan dan menukar pikiran supaya peran mereka yang paling mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan. Di dalam program baru, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior, semua stakeholder walau mereka adalah Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik untuk membantu stakeholder yang lain maupun keperluan mereka sendiri. Sekarang, yang juga sangat mendukung prosesnya adalah kita sekalian mengimplementasikan PAKEM (Contextual Learning).


PAKEM - Contextual Learning


Bila proses-proses di atas sudah diikuti dengan baik, dan berjalan secara efektif kita seharusnya dapat melihat situasi pengajaran dan pelajaran yang lebih baik, tetapi bila kita tidak mulai menghadapi hal cara siswa kita belajar, dan apa yang mereka pelajari keuntungan mungkin tidak dapat dilihat dari hasil karya mereka (outcomes). Yang pertama, apa maksud kami "apa yang mereka pelajari". Maksud kami bukan kurikulum, kurikulumnya tidak akan diubah. Yang kami maksud adalah mereka perlu mulai belajar mengenai cara mereka belajar (learning how to learn), cara belajar secara penemuan (discovery), secara kreatif, analisa, dan kritis, supaya mereka dapat menjadi pelajar selama hidup (life-long learners) yang efektif.
Bacaan tertarik: Untuk apa pendidikan?

Yang kedua, "cara siswa kita belajar", apa itu PAKEM (Contextual Learning)?
"A conception that helps teachers relate subject matter content to real world situations and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers." (BEST, 2001).
Satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan.

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Fokus PAKEM adalah pada kegiatan siswa di dalam bentuk group, individu, dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penelidikan, penemuan, dan beberapa macan strategi yang hanya dibatas dari imaginasi guru.

Phillip Rekdale (Jakarta, November 2005)

Website ini sebagai percobaan untuk menggunakan teknologi yang dapat membantu sosialisasi prinsip-prinsip MBS. Kami akan berusaha untuk memasang informasi yang praktis dan baru dari lapangan mengenai perkembangan sekolah. Tetapi, yang sangat penting untuk sekolah di lapangan adalah informasi, khusus contoh-contoh perkembangan yang langsung dari lapangan. Sekolah-sekolah yang sudah mengimplementasikan program sejenis MBS (berdasar lingkungan sekolah) Mohon mengirim informasi mengenai perkembangan anda ke SchoolDevelopment.Net supaya informasi anda dapat membantu sekolah lain. 


sumber:pendidikan

Pendidikan Bermutu

"Ayo, Mengarah Ke Mutu Pembelajaran Yang Standar Dunia"
(Teknologi Tepat Guna Adalah Solusinya, Bukan Pembelajaran Berbasis-ICT)
Kalau menggunkan "Ilmu Teknologi Tepat Guna" (Ilmu Teknologi Pendidikan) komputer jarang dipakai di kelas, dan tidak perlu, sebetulnya (Jarang Tepat Guna).

"Teknologi Tepat Guna (TTG) sudah ada di semua sekolah di Indonesia "Sekarang", dan guru-guru hanya perlu belajar caranya menggunakan TTG secara efektif, dan bersama PAKEM kita dapat mencapaikan Pendidikan Standar Dunia. Maupun Menggunakan Strategi/Metodologi TTG (Yang Berbasis-Pedagogi) Adalah Cara Terbaik Untuk Mengintegrasikan Semua Macam Teknologi Dalam Pendidikan.

Pembelajaran Berbasis-ICT Di Kelas Dapat Sangat Mengancam Perkembangan SDM (Maupun Perkembangan Guru) Yang Kreatif Di Indonesia. Informasi lanjut...


sumber:  pendidikan

5 Lima Langkah Pendidikan Kelas Dunia



Lima Langkah Ke Pendidikan Kelas Dunia

  1. Memberantas korupsi di bidang pendidikan yang sangat memalukan dan membunuh semua harapan kita untuk maju - "Korupsi terjadi di semua tingkatan dari KemenDikNas, dinas pendidikan, hingga sekolah" (ICW) "Dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya."
    ICW: Analisis 5 Tahun Pemberantasan Korupsi Pendidikan (2004-2009).
    KemenDikNas Harus Mulai Akuntabel Ke Rakyat... "Jangan dinilai gagal terus!"
    Ref: http://PojokAntiKorupsi.Com.

  2. Meningkatkan semua sekolah yang rusak dan ambruk ke Standar Nasional yang lengkap dengan sarana/prasarana supaya aman, nyaman, dan kondusif untuk "semua pelajar" - "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta - Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! - Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) - Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak!
    Ref: http://Ambruk.Com

  3. Mengimplementasikan PAKEM (Pembelajaran Kontekstual) di semua sekolah supaya standar pembelajaran kita sesuai dan kompetitif dengan negara lain. Kapan kita akan menghadapi isu-isu yang terbukti meningkatkan mutu pendidikan? Pendidikan Yang Terbaik Masih Adalah: Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" (seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi), yang Diimplementasikan secara PAKEM. ("Mampu" termasuk Kreatif)
    Ref: http://pendidikan.net/pakem.html

  4. Menggunakan Teknologi Tepat Guna yang terbaik, terjangkau dan sangat meningkatkan kreativitas siswa-siswi maupun kreativitas guru (seperti di negara maju). Dengan rasio: "Sekarang Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa" dan "dari jumlah total yang mencapai 200.000 sekolah, sekitar 182.500 sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA se-Indonesia belum terakses internet". Jelas TIK (ICT) bukan solusinya, kan? Dan Internet bagaimana.....?

    Komputer-komputer yang ada di sekolah-sekolah umum masih jauh dari cukup untuk belajar Ilmu Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) secara nasional (Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa), apa lagi menggunakan TIK untuk E-Learning. Target KemenDikNas adalah computer 1: 20 siswa pada tahun 2015 (baru cukup untuk mengajar mata pelajaran TIK, kan? - E-Learning kapan 2020, 2025?)
    Ref: http://teknologipendidikan.com/solusi.html

    Maupun E-Learning dapat membunuh kreativitas anak-anak kita! Sebetulnya ada banyak sekali isu (kebanayan terkait dengan "human issues and the importance of self-expression, free discussion, peer learning, dan benefits of group learning").
    Satu lagi Isu Penting: "Internet Belum Dimanfaatkan Secara Positif Oleh Pelajar"
    "PADANG--MI: Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. DR. Nurtain mengatakan kini banyak pelajar dan mahasiswa yang tidak memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi internet untuk hal-hal positif namun lebih cenderung hanya untuk menghabiskan waktu dan hal yang tidak bermanfaat."

    Maupun hanya ada sangat sedikit informasi yang dalam bahasa Indonesia. Tanpa bahasa Inggris anak-anak kita adalah buta kepada informasi global, jadi manfaatnya Internet untuk anak-anak kita adalah sangat terbatas.
    Bahasa Inggris Adalah Kunci Untuk Pintu Ke Globalisasi Maupun Lapangan Kerja Luas.

    Ada Produk Teknologi Yang Dapat Membuat Revolusi Di Bidang Pendidikan Di Seluruh Indonesia. Sekarang kita dapat belajar di manapun, di kota besar, di kota kecil, di desa, maupun di becak. Relatif kecil dan dapat masuk tas anda jadi dapat dibawa ke mana saja. Anda hanya perlu mempunyai niat belajar dan anda dapat belajar tanpa batas. Tidak perlu koneksi ke listrik dan battery dijaminkan selama hidup (katanya). Juga tidak kena ongkos layanan (Internet atau Hanfon). Tidak memakan pulsa jadi kalau anda tidur dan lupa mematikan alat revolusi pendidikan ini tidak akan kena ongkos. Alat ini juga dapat dipakai di seluruh dunia tanpa koneksi khusus. Alat revolusi ini dapat dibeli di toko dekat anda sekarang dan dapat digunakan secara langsung... dan dapat belajar sambil pulang! Ayo Beli Sekarang! (Info Lengkap Di Sini)


    sumber pendidikan 

Paradigma Baru Dewan Pendidikan

Paradigma Baru Dewan Pendidikan
Ditulis oleh Bambang Indriyanto, tanggal 03-04-2009

Dewan Pendidikan lahir pada masa di mana dunia pendidikan memasuki era demokratisasi yang sesungguhnya. Relasi antara pemerintah dan masyarakat begitu penting untuk merumuskan kebijakan secara bersama dalam posisi setara. Dengan keberadaannya, Dewan Pendidikan diharapkan menjadi jembatan yang mengakomodasi kepentingan masyarakat, pemerintah, dan praktisi pendidikan.

Maka dikumpulkanlah ketiga komponen tersebut dalam sebuah “majelis”, di dalamnya persoalan pendidikan didiskusikan, pengaduan masyarakat didengarkan dan dicarikan solusi, serta  memberikan masukan dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah dan DPRD.

Dalam perkembangannya, Dewan Pendidikan menjadi wadah penting yang diharapkan turut memecahkan permasalahan-permasalahan seputar pendidikan. Mulai dari penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah, alokasi anggaran pendidikan oleh Pemerintah Daerah, hingga peningkatan kualitas guru.

Selain memahami peran dan fungsinya sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, anggota Dewan Pendidikan juga diharapkan memiliki paradigma yang mampu mengatasi segala permasalahan dengan kacamata yang lebih populis, berpihak kepada kepentingan masyarakat secara luas. Ini dilakukan mengingat subjek pendidikan adalah masyarakat.   

Paradigma tersebut dapat terbangun setelah memahami isu yang akan diangkat menjadi kebijakan. Tiga isu ini tidak akan berubah sepanjang sejarah pendidikan, yaitu pemerataan pelayanan pendidikan, peningkatan mutu, dan efisiensi.

Sekarang pelayanan pendidikan diarahkan karena dua hal; sebagai hak asasi manusia dan kewajiban pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat. Kedua hal tersebut sudah diatur dalam UUD 1945 dan menjadi kewajiban inhern setiap pemegang kebijakan.

Sebagai pemenuhan hak asasi manusia, pelayanan pendidikan diarahkan agar semua warga negara tanpa kecuali mampu menjangkaunya. Tak terbatas usia, jenis kelamin, status ekonomi dan sosial, kondisi fisik, dan keadaan geografis. 

Sementara sebagai kewajiban untuk menyejahterakan masyarakat, pemerintah mengerahkan segala potensinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk menggolkan skenario besar bahwa target utama berjalannya pemerintahan adalah penyejahteraan rakyat. Unsur-unsur penghalang seperti korupsi, penyimpangan jabatan, dan penyelewengan wewenang diberantas. Undang-undang dibuat sedemikian rupa untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan konsisten pada tanggung jawab yang melekat saat kali pertama menjabat.   

Pemerataan pelayanan pendidikan tidak akan pernah selesai. Standar pelayanan harus terus ditingkatkan. Jangan berpuas diri dengan standar pelayanan minimal yang kini sedang berjalan. Sebab, bagaimanapun, kualitas sumber daya manusia sebuah bangsa dapat tersedia baik jika pendidikan berkualitas telah merata dikenyam masyarakat.    

Peningkatan mutu menjadi isu yang selalu menarik untuk dibincangkan. Kualitas seperti apa yang hendak dicapai agar pendidikan disebut telah bermutu? Mutu seperti apa yang konsisten ditingkatkan agar arah kebijakan pendidikan berjalan sesuai perencanaan? 

Barangkali pendidikan bermutu tidak memiliki batas. Tapi pelayanan pendidikan yang tidak bermutu mudah sekali dikenali. Siapa yang rugi jika pendidikan jauh dari mutu? Tentu saja pemerintah, masyarakat, dan, terutama, siswa.

Apapun alasannya, pendidikan harus memberikan nilai tambah bagi peserta didik, baik itu kecakapan dalam berpikir maupun keterampilan hidup. Pendidikan tidak sekadar menyentuh aspek otak. Hati peserta didik juga turut disentuh. Pada akhirnya pendidikan menyentuh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.   

Ketiga, berkaitan dengan efisiensi. Di negara manapun, tidak ada sumber dana yang mencukupi. Pada saat sumber dana/daya itu tidak mencukupi, maka harus dicarikan solusi, antara lain dengan memilih ongkos yang lebih kecil untuk menghasilkan untung yang lebih besar.

Pendidikan pun demikian. Bagaimana menyelenggarakan pendidikan secara massal dan berkualitas dengan biaya yang mudah dijangkau. Formulasi untuk mendapatkan kondisi demikian terus dicari sambil mengaplikasikan bentuk baru model pendidikan yang relevan dengan perkembangan zaman.

Langkah konkret
Sesuatu yang sangat berbahaya dalam sebuah perubahan adalah tidak beranjaknya paradigma para pelakunya. Dewan Pendidikan lahir dari rahim desentralisasi pendidikan. Maka paradigma lama sentralisasi harus segera ditinggalkan. Dengan berubahnya paradigma, unsur-unsur yang mendukung pada perilaku negatif yang telah membudaya, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dapat dibasmi.

Lalu langkah konkret seperti apa yang yang harus dijalankan untuk membuktikan sebuah paradigma telah berubah? Tiada jalan lain, yaitu dengan melakukan kreasi dan inovasi baru.

Kreasi dan inovasi ini menjadi ruh bagi penunaian peran dan fungsi Dewan Pendidikan. Kreasi dan inovasi seperti apa yang dapat mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu? Solusi konstruktif yang bagaimana yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan pendidikan? Dan, masukan, pertimbangan, dan rekomendasi baru apa yang diberikan kepada Pemda/DPRD dan satuan pendidikan hingga mereka terangsang untuk menelurkan kebijakan dan program pendidikan yang berkualitas?

Independensi Dewan Pendidikan secara hirarkis dari lembaga pemerintahan dapat menjadi modal awal membuktikan kapabilitas. Segala kepentingan masyarakat, pemerintah, dan sekolah diakomodasi, diramu, dan dimunculkan sebagai masukan untuk kebijakan pendidikan yang baik dan berpihak pada kepentingan bangsa. Diharapkan, Dewan Pendidikan sedang menuju ke arah sana.

kemendiknas

Urgensi Pendidikan Karakter
Prof . Suyanto Ph.D


Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.*

  su,ber kemendiknas

Selasa, 28 September 2010

sistem pendidikan

Pengantar
Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3. Sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.

Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Pasal 4

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

sumber kemenpen

Pasar Lebih Ramah Bagi Lulusan SMA

Pasar Lebih Ramah bagi Lulusan SMA

Selasa, 28 September 2010 | 15:05 WIB
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Murid SMK jurusan patiseri berlatih memasak.

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasar kerja saat ini memang terkesan lebih ramah bagi lulusan SMA dibandingkan lulusan sekolah menengah kejuruan atau SMK. Pasalnya, SMA dinilai lebih fleksibel daripada lulusan SMK yang bersifat spesialis.

Demikian temuan dalam penelitian Lembaga Demografi dan Dosen (LD FE UI). "Kenapa orangtua tidak pilih vocational (kejuruan)? Masalahnya, SMA dinilai lebih fleksibel dibandingkan SMK. Saat SMA, anak diberikan basic knowledge, sementara SMK diberikan pengetahuan praktis yang khusus, misalnya listrik. Jadi, dia hanya bisa listrik saja nantinya," ujar Peneliti LD FEUI, N Haidy A Pasay, Selasa (28/9/2010) di Hotel Nikko, Jakarta.

Haidy menjelaskan bahwa bursa kerja saat ini masih minim dalam menyediakan pekerjaan bagi para lulusan SMK sehingga tiga tahun belajar di SMK menjadi tidak terpakai. Sementara itu, lulusan SMA lebih luwes dalam melakukan penyesuaian sehingga pendidikan SMA selama 3 tahun menjadi tidak terbuang. "Contohnya seperti bank, itu anak SMK enggak bisa. Tapi, mereka menerima SMA karena SMA lebih mengembangkan logika, jadi bisa lebih cepat dilatih," ujarnya.

Di Jepang, lanjut Haidy, bursa kerja lebih memilih tenaga kerja yang memiliki keandalan dalam berpikir logis dan mengutamakan pelatihan tanpa melihat latar belakang pendidikannya. "Maka dari itu, untuk mengoptimalkan keberadaan SMK, harus ada jembatan antara pasar kerja dan pendidikan menengah untuk menutupi middle hollow ini," tandas peneliti senior di FE UI tersebut.

sumber kompas

Iklim Mengancam

AMSTERDAM, KOMPAS.com - Sebuah badan lingkungan hidup Belanda, Senin (5/7/2010), mengecam banyaknya kesalahan dalam laporan perubahan iklim oleh badan bentukan PBB. Mereka mendesak agar laporan dibuat secara lebih berhati-hati. Meski demikian, kesimpulan umum bahwa perubahan iklim terjadi akibat perilaku manusia dan mengancam kelangsungan hidup jutaan manusia tidaklah berubah.

Maarten Hajer dari Netherlands Environmental Assessment Agency mengatakan, "Ini mirip dengan potongan teka-teki yang perlu disesuaikan satu sama lainnya agar kesalahan-kesalahan itu tidak merusak seluruh konstruksi." Sejumlah kesalahan yang ditemukan pada laporan Panel Antar-ahli tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah membuat sejumlah negara mempertanyakan semua kebenaran terkait dengan isu perubahan iklim.

Badan tersebut mengaku bertanggung jawab pada informasi bahwa 55 persen wilayah Belanda lebih rendah dari permukaan laut, padahal sebenarnya hanya 26 persen. Laporan awal menyebutkan, pemanasan global akan menyebabkan 75 juta-250 juta penduduk Afrika berisiko kekurangan air pada 10 tahun mendatang. Angka yang benar antara 90 juta-220 juta.

Penemuan sejumlah kesalahan itu menyebabkan sejumlah negara meragukan kebenaran tentang perubahan iklim. Akhirnya dibentuk sebuah tim independen untuk mengawasi proses kerja dari para ilmuwan di dalam IPCC, antara lain tentang cara mendapatkan data dan memprosesnya. Badan tersebut mendesak agar data dari negara berkembang diperbanyak. (A

sumber kompas

apakah perlu sekolah untuk perawan

Tes Keperawanan

Apa Perlu Sekolah Khusus Perawan?
Selasa, 28 September 2010 | 18:09 WIB
M.LATIEF
Ilustrasi: Masih banyak hal lain di dunia pendidikan yang penting dan harus dikerjakan ketimbang mengurus tes keperawanan sebagai ruang pribadi yang tak perlu diusik-usik.
TERKAIT:

* Lantas, Tak Perawan Tak Boleh Sekolah?
* Keperawanan Bukan Isu Moralitas
* Sudah Ditekan UN, Kini Tes Keperawanan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Tes keperawanan bagi pelajar perempuan sebelum masuk sekolah dinilai tidak masuk akal dan terlalu mengada-ada. Banyak hal penting yang perlu diurus di dunia pendidikan saat ini ketimbang mengusik urusan pribadi yang satu ini.

Demikian diungkapkan Pembina Kolese Kanisius, E Baskoro Poedjinoegroho kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (28/9/2010). Menurutnya, hal ini hanya membuat urusan paling pribadi dan sensitif bagi tiap individu terusik.

"Yang akan memeriksa tes keperawananan itu siapa? Ini terlalu mengada-ada dan tidak logis," tandas Baskoro.

Baskoro menegaskan, masih banyak hal lain di dunia pendidikan yang harus dikerjakan. Mengurus tes keperawanan ini terasa lucu sekali jika memang benar dilaksanakan.

"Lalu, jika tidak lolos tes keperawanan mau sekolah di mana? Masak nanti akan dibedakan sekolah untuk yang perawan dan tidak perawan," lanjut Baskoro.

pendidikan karakter

Pendidikan Karakter Diintegrasikan
Selasa, 31 Agustus 2010 | 19:58 WIB
M.LATIEF
Ilustrasi: Para guru yang belum lulus itu masih diberi kesempatan mengikuti ujian sampai dua kali. Namun, bila tetap gagal dalam dua kali ujian akan dikembalikan ke dinas pendidikan masing-masing.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan karakter yang bakal diterapkan di sekolah-sekolah tidak diajarkan dalam mata pelajaran khusus. Namun, pendidikan karakter yang bakal digencarkan dan diberi perhatian khusus dalam praksis pendidikan nasional ini dilaksanakan melalui keseharian pembelajaran yang sudah berjalan di sekolah.
Jadi, pendidikan karakter yang hendak kita terapkan secara nasional tidak membebani kurikulum yang ada saat ini.
-- Fasli Jalal

Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal di Jakarta, Selasa (31/8/2010), mengatakan pendidikan karakter yang didorong pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah tidak akan membebani guru dan siswa. Sebab, hal-hal yang terkandung dalam pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, namun selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan secara tersurat.

"Kita mintakan pada guru supaya nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler itu disampaikan dengan jelas pada siswa. Pendidikan karakter itu bisa terintegrasi juga menjadi budaya sekolah. Jadi, pendidikan karakter yang hendak kita terapkan secara nasional tidak membebani kurikulum yang ada saat ini," jelas Fasli.

Pendidikan karakter yang diminta yang dapat membangun wawasan kebangsaan serta mendorong inovasi dan kreasi siswa. Selain itu, nilai-nilai yang perlu dibangun dalam diri generasi penerus bangsa secara nasional yakni kejujuran, kerja keras, menghargai perbedaan, kerja sama, toleransi, dan disiplin.

Menurut Fasli, sekolah bebas untuk memilih dan menerapkan nilai-nilai yang hendak dibangun dalam diri siswa. Bahkan, pemerintah mendorong muculnya keragaman bentuk pelaksanaan pendidikan karakter.

Kementeraian Pendidikan Nasional, tambah Fasli, telah mengumpulkan contoh-contoh pelaksanaan pendidikan karakter yang sudah berjalan di sekolah. Setidaknya ada 139 contoh praktis pendidikan karakter dari berbagai lembaga pendidikan yang bisa juga diterapakan di sekolah lain.

Program-program di sekolah seperti pramuka, kantin kejujuran, sekolah hijau, olimpiade sains dan seni, serta kesenian tradisional, misalnya, telah sarat dengan pendidikan karakter. Tinggal guru yang mesti memunculkan nilai-nilai dalam program itu sebagai bagian dari pendidikan karakter di sekolah.

Untuk menyukseskan program pendidikan karater, pemerintah menggelar pelatihan bagi 263 ribu pengawas dan kepala sekolah. Selai itu, setiap tahun akan dilaksanaakan pertemuan nasional untuk membahas pendidikan karakter.

sumber kompas

MAKALAH DAN ARTIKEL PSIKOLOGI PENDIDIKAN

news artikel

1. Konsep Psikologi Pendidikan


2. Perkembangan Peserta Didik


3. Aplikasi Psikologi Pendidikan


Masalah-masalah pendidikan di Indonesia

enyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

-Rendahnya sarana fisik,

-Rendahnya kualitas guru,

-Rendahnya kesejahteraan guru,

-Rendahnya prestasi siswa,

-Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

-Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

-Mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.



-Negara belum mampu melaksanakan amanat UUD yaitu 20% APBN untuk pendidikan

-sarana dan prasarana pendidikan yang tidak mendukung

-keprofesionalan guru yang rendah

-kesejahteraan guru yang rendah (terkait dengan keprofesionalan)

-pendidikan dijadikan komoditas politik dalam pilkada-pilkada ,dengan kampanye pendidikan gratis

-belum meratanya pendidikan yang layak bagi seluruh daerah diIndonesia

-belum sesuainya pendidikan dengan karakter daearah-daerah dan karakter Indonesia
-moral para pendidik banyak yg rendah.
-SDM bidang pendidikan alias pengajar2 nya harus ditingkat kan kwalitasnya
- fasilitas timpang antara sekolah2 di kota dan di pelosok
- gaji guru yang kecil ( terutama untuk yang tugas di pelosok )
-tidak adanya pemerataan infrastruktur untuk semua daerah.
-begitu ada sekolah dengan mutu pendidikan yg bagus harganya selangit.. ndak terjangkau