Selasa, 14 Desember 2010

Budaya Malu, Kendala Mendata Buta Aksara

 Sedikitnya 9.000 warga di 33 kecamatan yang tersebar di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, ditemukan masih buta aksara. Enam tahun lalu jumlahnya masih mencapai 59 ribu jiwa.
Kalau mereka berterus terang, petugas akan mengajari mereka melalui program keaksaraan fungsional tersebut.
-- Bambang Setiono

Demikian diungkapkan Kabid Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Malang, Bambang Setiono, Rabu (15/12/2010). Dia menambahkan, banyaknya warga yang masih buta aksara tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya karena keterbelakangan ekonomi dan rendahnya kesadaran terhadap pendidikan.


"Namun, secara bertahap dipastikan akan terus berkurang melalui program keaksaraan fungsional dan pemberantasan buta aksara secara berkelompok di desa masing-masing," ujar Bambang.

Dia mengemukakan, warga yang terdeteksi masih mengalami buta aksara tersebut rata-rata sudah berusia di atas 45 tahun dan sebagian besar berdomisili di kawasan pedesaan. Ia mengakui, sebenarnya jumlah warga Kabupaten Malang yang masih buta aksara jauh lebih banyak ketimbang angka yang sudah terdeteksi, karena pada umumnya warga yang buta aksara tersebut memilih menyembunyikan kondisinya ketimbang mengakui terus terang.

"Sebenarnya, kalau mereka berterus terang, petugas akan mengajari mereka melalui program keaksaraan fungsional tersebut. Namun, faktanya mereka lebih memilih "diam" karena malu," katanya.

Namun demikian, katanya, pihaknya akan terus "bergerilya" mencari (mendata) warga yang belum bisa membaca dan menulis tersebut. "Berbagai cara dan upaya akan kami lakukan agar mereka yang malu mengakui masih buta aksara ini bisa lebih terbuka agar segera diajari melalui program keaksaraan fungsional tersebut," ujarnya.

Sumber : kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH DAN ARTIKEL PSIKOLOGI PENDIDIKAN

news artikel

1. Konsep Psikologi Pendidikan


2. Perkembangan Peserta Didik


3. Aplikasi Psikologi Pendidikan


Masalah-masalah pendidikan di Indonesia

enyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

-Rendahnya sarana fisik,

-Rendahnya kualitas guru,

-Rendahnya kesejahteraan guru,

-Rendahnya prestasi siswa,

-Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

-Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

-Mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.



-Negara belum mampu melaksanakan amanat UUD yaitu 20% APBN untuk pendidikan

-sarana dan prasarana pendidikan yang tidak mendukung

-keprofesionalan guru yang rendah

-kesejahteraan guru yang rendah (terkait dengan keprofesionalan)

-pendidikan dijadikan komoditas politik dalam pilkada-pilkada ,dengan kampanye pendidikan gratis

-belum meratanya pendidikan yang layak bagi seluruh daerah diIndonesia

-belum sesuainya pendidikan dengan karakter daearah-daerah dan karakter Indonesia
-moral para pendidik banyak yg rendah.
-SDM bidang pendidikan alias pengajar2 nya harus ditingkat kan kwalitasnya
- fasilitas timpang antara sekolah2 di kota dan di pelosok
- gaji guru yang kecil ( terutama untuk yang tugas di pelosok )
-tidak adanya pemerataan infrastruktur untuk semua daerah.
-begitu ada sekolah dengan mutu pendidikan yg bagus harganya selangit.. ndak terjangkau